Sembilan tahun puas gelar, AC Milan terus berbenah, salah satunya
ditandai dengan kehadiran bintang Belanda Ruud Gullit. Pada 21 Maret,
duit £6 juta - rekor transfer saat itu - digelontorkan I Rossoneri untuk memboyong pemain yang tengah berkibar bersama PSV Eindhoiven.
Tak perlu menunggu lama bagi Milan merasakan kehebatan Gullit. Di musim pertamanya, Gullit langsung berperan besar membawa Il Diavolo Rosso menyabet Scudetto pertama dalam sembilan tahun terakhir di bawah asuhan Arrigo Sacchi, meski ketika itu dia mengalami kendala dari segi bahasa.
Penampilan impresif Gullit bersama Milan dan sebelumnya di PSV membuatnya diganjar penghargaan individu Pemain Terbaik Eropa pada 1987, yang didedikasikan untuk Nelson Mandela.
Bersama dengan kompatriotnya, Marco van Basten dan Frank Rijkaard, serta pemain Italia seperti Paolo Maldini dan Franco Baresi, Setan Merah menikmati kejayaan. Gullit kembali memenangkan Scudetto pada 1992 dan 1993.
Prestasinya di level Eropa juga tak kalah apik. Di Liga Champions 1989, Milan menghancurkan Real Madrid di leg kedua semi-final, di mana Gullit mendapat cedera. Tifosi Mian harap-harap cemas menanti kabar kondisi Gullit, dan beruntung cederanya tidak terlalu parah dehingga bisa dimainkan di partai puncak. Pada duel penentu gelar, Milan menggebuk Steaua Bucharest empat gol tanpa balas dengan Gullit mencetak dua di antaranya.
Setahun kemudian, Milan mempertahankan gelar Liga Champions dengan mengalahkan Benfica di partai puncak dan berhasil menyabet Piala Dunia Antarklub. Namun cedera serius pada ligamen lutut kanan membatasi menit bermain Gullit dan dia hanya melakoni dua partai domestik pada musim 1980/90 sebelum tampil di final copa.
Saat Milan berusaha memenangkan gelar Eropa untuk ketiga kali secara konsekutif, perjalanan mereka diakhiri Olympique Marseille di babak perempat-final. Imbang di leg pertama di San Siro, Milan takluk oleh gol Chris Waddle di menit-menit akhir pertandingan.
Meski demikian, si Merah Hitam melanjutkan dominasi mereka di kejuaraan domestik dengan memenangkan Serie A di musim 1991/92 (menghabisi musim tanpa kekalahan) dan 1992/93. Sayang, saat itu peran Gullit kian terbatas puncaknya ketika dia tersingkit dari skuat final Liga Champions 1993 karena Uefa mengatur klub untuk hanya menurunkan tiga pemain asing.
Gullit akhirnya memutuskan meninggalkan Milan pada 1993 dan main untuk Sampdoria, di mana dia kembali menemukan penampilan terbaiknya, membawa tim baru juara Coppa Itaia 1994 dan finis ketiga di tabel. Melihat performa impresifnya, I Rossoneri kembali mendatangkan sang pemain, tapi lagi-lagi dia kesulitan berkembang dan balik ke Sampdoria untuk menutup musim 1994/95.
sumber : http://www.goal.com
Tak perlu menunggu lama bagi Milan merasakan kehebatan Gullit. Di musim pertamanya, Gullit langsung berperan besar membawa Il Diavolo Rosso menyabet Scudetto pertama dalam sembilan tahun terakhir di bawah asuhan Arrigo Sacchi, meski ketika itu dia mengalami kendala dari segi bahasa.
Penampilan impresif Gullit bersama Milan dan sebelumnya di PSV membuatnya diganjar penghargaan individu Pemain Terbaik Eropa pada 1987, yang didedikasikan untuk Nelson Mandela.
Bersama dengan kompatriotnya, Marco van Basten dan Frank Rijkaard, serta pemain Italia seperti Paolo Maldini dan Franco Baresi, Setan Merah menikmati kejayaan. Gullit kembali memenangkan Scudetto pada 1992 dan 1993.
Prestasinya di level Eropa juga tak kalah apik. Di Liga Champions 1989, Milan menghancurkan Real Madrid di leg kedua semi-final, di mana Gullit mendapat cedera. Tifosi Mian harap-harap cemas menanti kabar kondisi Gullit, dan beruntung cederanya tidak terlalu parah dehingga bisa dimainkan di partai puncak. Pada duel penentu gelar, Milan menggebuk Steaua Bucharest empat gol tanpa balas dengan Gullit mencetak dua di antaranya.
Setahun kemudian, Milan mempertahankan gelar Liga Champions dengan mengalahkan Benfica di partai puncak dan berhasil menyabet Piala Dunia Antarklub. Namun cedera serius pada ligamen lutut kanan membatasi menit bermain Gullit dan dia hanya melakoni dua partai domestik pada musim 1980/90 sebelum tampil di final copa.
Saat Milan berusaha memenangkan gelar Eropa untuk ketiga kali secara konsekutif, perjalanan mereka diakhiri Olympique Marseille di babak perempat-final. Imbang di leg pertama di San Siro, Milan takluk oleh gol Chris Waddle di menit-menit akhir pertandingan.
Meski demikian, si Merah Hitam melanjutkan dominasi mereka di kejuaraan domestik dengan memenangkan Serie A di musim 1991/92 (menghabisi musim tanpa kekalahan) dan 1992/93. Sayang, saat itu peran Gullit kian terbatas puncaknya ketika dia tersingkit dari skuat final Liga Champions 1993 karena Uefa mengatur klub untuk hanya menurunkan tiga pemain asing.
Gullit akhirnya memutuskan meninggalkan Milan pada 1993 dan main untuk Sampdoria, di mana dia kembali menemukan penampilan terbaiknya, membawa tim baru juara Coppa Itaia 1994 dan finis ketiga di tabel. Melihat performa impresifnya, I Rossoneri kembali mendatangkan sang pemain, tapi lagi-lagi dia kesulitan berkembang dan balik ke Sampdoria untuk menutup musim 1994/95.
sumber : http://www.goal.com
Artikel Terkait:
0 komentar :
Posting Komentar