
"Ini salah satu bentuk frustasi sosial anak remaja yang tidak mampu lagi menjawab tantangan gaya hidup yang di tawarkan oleh media, lingkungan dan lain-lain, sehingga untuk menebusnya tidak mampu karena keterbatasanan financial," kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada Okezone di Jakarta Kamis (16/1/2014) malam.
Faktor lain, kata dia, adalah karena adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat. "Ini juga merupakan fenomena sosial. Tanpa ada perhatian khusus dari orang tua untuk mengakses atas teknologi tersebut, dampaknya buruk sehingga fenomena yang marak seperti cabe-cabean, trek-trekan, tawuran aksi nekad lainnya merupakan dampak dari itu," lanjutnya.
Menurutnya, selain memberikan perhatian khusus untuk menghindari aksi-aksi kenakalan remaja terhadap anak, orang tua sangat juga perlu membangun komunikasi di dalam lingkungan keluarga, serta menanamkan nilai-nilai etika dan moralitas terhadap anak.
"Kita harus kembali bagaimana mempertahankan ketahanan keluarga yang sudah roboh, bagaimana kembali membangun komunikasi dan menanamkan nilai-nilai moralitas, etika sejak dini di dalam lingkungan keluarga itu yang paling penting. Hal ini untuk menghindari dari aksi nekad semacam itu," tutupnya.
Sebelumnya, seorang pelajar ditemukan tewas gantung diri di kediamannya di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Korban bernama Fransiskus (18), pelajar SMA di Jakarta.
Korban ditemukan tewas di Gang Fajar IV Nomor 5 Kelurahan Kartini, Sawah Besar. Berdasarkan informasi dari keluarga dan tetangganya, korban bunuh diri karena tidak dibelikan softlens oleh orangtuanya
http://jakarta.okezone.com/
Artikel Terkait:
0 komentar :
Posting Komentar